Suriah Dan Kebangkitan Pejuang Jihad Islam Murni
Suriah kini menjelma bagai gadis molek “kembang kawasan” Timur
Tengah. Semua aktifis jihad berebut meminangnya. Suriah menjadi tanah
paling ideal baik secara geopolitik maupun geo-ideologis sebagai habitat
jihad pasca revolusi Arab. Bahkan daya tarik ini dirasakan hingga luar
kawasan. Tak ada aktifis jihad yang beraliran salafi di belahan bumi
manapun kecuali tertarik untuk datang meminang.
Berawal dari Tunisia, merambah ke Mesir, Libya, Yaman dan tampaknya
akan berakhir di Suriah. Tak ada yang menyangka sebelumnya bila ending
“musim semi” Arab ini akan sangat bernuansa jihad bersenjata. Suriah
menjadi “berkah di balik musibah” dengan makin matangnya bentuk akhir
revolusi Arab menjadi jihad fi sabilillah. Corak yang sangat berbeda
dibanding pemicu awal revolusi yang sekedar protes atas kezaliman rejim.
Kalaupun kelak revolusi ini masih akan menyebar ke negara kawasan
yang masih tenang, dinamika Suriah akan mempengaruhi revolusi tersebut,
bukan semata protes atas kezaliman penguasa, tapi sudah lebih puritan
dengan aroma perang akhir zaman yang kuat. Perang sipil yang bertujuan
mengenyahkan thoghut-thoghut Arab kaki tangan Barat atau menumpas
ideologi jahat Syiah atau menekuk musuh abadi umat – Israel. Nafasnya
sudah berganti menjadi pertarungan antara al-haqq yang ingin
menumbangkan al-bathil, bukan lagi protes jalanan yang menuntut keadilan
yang absurd dan kemakmuran yang semu khas tuntutan rakyat yang alam
pikirannya serba materi dan nasionalistik.
Suriah, Revolusi Rakyat dengan Spirit Jihad
Konflik Suriah yang sangat brutal – paling brutal diantara yang lain –
dengan korban yang mengerikan, waktu yang relatif panjang dan dukungan
diam-diam terhadap rejim Bashar Asad dari negera kawasan baik Syiah,
Israel maupun kaki tangan Barat yang khawatir bakal menguatnya sentiment
jihad, membuat revolusi Suriah punya karakter yang khas. Jihad Suriah
berhasil memantik sentimen solidaritas umat Islam dari seluruh kalangan
karena melihat saudara mereka berjuang sendirian, satu-satunya sandaran
hanya Allah kemudian umat Islam.
Faktor lain yang membuat konflik Suriah terasa khas, adalah banyaknya
hadits-hadits nubuwat akhir zaman yang menyebutkan sisi stretagis
Suriah, yang dalam istilah zaman Nabi saw disebut negeri Syam. Syam yang
meliputi Suriah, Lebanon, Yordania dan Palestina, dinubuwatkan sebagai
“negeri titik kumpul dan titik sebar” dan “markas kekuatan umat Islam
akhir zaman”. Mujahidin seluruh dunia akan tersedot ke tanah Syam, lalu
dari sana bertolak untuk melaksanakan misi penaklukan ke wilayah
sekelilingnya.
Kenyataan lapangan dan dukungan spirit ideologi dari nubuwat,
menjadikan Suriah memenuhi syarat untuk disebut sebagai basis jihad yang
ideal. Jumlah kaum Sunni yang mayoritas juga dipandang sebagai modal
kekuatan mujahidin yang hebat jika mampu dipoles dengan sentuhan dakwah
salafiyah yang intensif dalam rangka mengikis sisa-sisa pemikiran
nasionalisme dan liberalisme. Jihad yang berkecamuk selalu menjadi latar
yang ideal untuk mengikis pola pikir nasionalisme dan pemikiran sesat
lain. Semakin lama jihad hidup di Suriah, akan makin banyak alumninya
yang steril dari syubuhat pemikiran, insyaallah.
Revolusi Arab, Titik Balik dari Salafi menjadi Jihadi
The Regional Center for Strategic Studies (RCSS), lembaga kajian
strategis yang bermarkas di Cairo membuat analisa yang menarik tentang
kebangkitan salafi jihadi pasca krisis Arab. Salafi dalam pandangan RCSS
adalah semua aktifis ahlussunnah. Salafi secara umum dibagi dua, salafi
ilmu dan salafi jihadi. Salafi ilmu adalah salafi yang anti kekerasan
dalam manhajnya. Sementara salafi jihadi adalah salafi yang kuat
mengusung tema jihad bersenjata dan perlawanan, baik kepada penguasa
lokal maupun kekuatan global. Lihat http://rcssmideast.org/التحليلات/الأمن-الأقليمى/المظلة-الجهادية.html
Sebelum Arab spring, yang mendominasi Timur Tengah adalah salafi
jinak, salafi sebagai spirit dakwah dan pengamalan sunnah. Bahkan
terdapat trend eksodus kaum jihadis menjadi salafi jinak, misalnya kasus
Jamaah Islamiyah dan Jamaah Jihad di Mesir, Jamaah Islamiyah
al-Muqotilah di Libya dan FIS di Aljazair yang sebelumnya konsisten di
jalur salafi jihadi yang kental nuansa konfrontasi, berpindah menjadi
salafi damai. Tapi setelah pecah revolusi Arab, peta berbalik secara
dramatis. Seluruh negara Timur Tengah bergemuruh berbondong-bondong
pindah payung, tadinya payung salafi kalem, menjadi salafi jihadi.
Bahkan dalam analisa RCSS, kaum jihadi untuk bisa terjinakkan,
memerlukan waktu yang sangat lama dan membutuhkan perdebatan ilmiah
panjang. Sementara perpindahan dari salafi menjadi jihadi, punya
kecepatan tak tertandingi. Peta salafi Timur Tengah dan Afrika Utara
hari ini sudah didominasi oleh salafi jihadi, sebagai dampak langsung
dari revolusi Arab. Jamaah Islamiyah Mesir yang sebelumnya sudah jinak,
dengan revolusi Mesir, mereka kembali mengeluarkan jargon-jargon yang
lebih dekat untuk dikategorikan jihadi. Semenanjung Sinai kini sudah
menjelma menjadi markas kaum jihadis dengan memanfaatkan gurunnya yang
luas.
Dan Suriah sebagai ending revolusi Arab menjadi kolam penampungan ideal
bagi kaum salafi jihadi, atau setidaknya titik orientasi perjalanan.
Bahkan para aktifis dari masing-masing negara sudah mencanangkan jargon:
min huna nabda’ wa fie syam naltaqiy (dari sini kita berawal –
merujuk tempat lokal masing-masing – dan di Syam kita akan bertemu).
Tampaknya kawasan Suriah akan menjadi kampus jihad masa depan, setelah
era 80-an hal itu terjadi di Afghanistan. Bukan hanya kampus, bahkan
basis mujahidin yang siap menyebar ke kawasan dengan nafas jihad fi
sabilillah yang murni. Sampai jumpa sobat, di Syam ! ilalliqa fi Syam ! Wallahu a’lam.
1 komentar:
Insya Allah para mujahidin akan membebaskan suriah dari kepungan syiah dan kafir dan pengaruh para salibis.
simak info lainnya d sini http://transparan.id
Posting Komentar