Kisah Mushab Bin Umair
Nasehat untuk aktivis Dakwah
Dia
seorang pemuda tampan yang menjadi pembicaraan gadis-gadis di desanya.
Dia tumbuh dari keluarga yang berkecukupan dan kaya raya. Bajunya
sehari-hari adalah sebaik-baik baju yang ada di masanya, kalau ia
berjalan, terciumlah aroma minyak wanginya oleh orang yang berada jauh
darinya. Kalau ia berbicara, terpukaulah orang-orang dengan kefasihannya
itu. Ia seorang pemuda yang berakhlak baik dan lembut tutur katanya. Ia
juga memiliki kedudukan yang terpandang dan terhormat di kaumnya.
Sungguh dialah pemuda idaman dan pemuda idola kaumnya. Dialah sahabat
Nabi kita, Mush’ab Bin ‘Umair, semoga Allah meridhainya.
Ketika hidayah Islam menghampirinya, ia pun menyambutnya dan memeluknya. Maka lengkap dan bertambahlah keelokannya, keelokan fisiknya dan keelokan cahaya iman yang terlihat di wajahnya. Akan tetapi tatkala hidayah Islam telah masuk ke dalam hatinya dan menerangi jiwanya, apa yang terjadi padanya? Ketika kedua orangtuanya mengetahui keislamannya, merekapun murka dan mengusirnya dari rumah.
Maka keluarlah Mush’ab meninggalkan kasih sayang orang yang selama ini membesarkannya. Keluarlah Mush’ab meninggalkan kemewahan rumah yang selama ini menaunginya. Keluarlah Mush’ab meninggalkan kenikmatan dunia yang selama ini ia rasakan.
Ketika Mush’ab Bin ‘Umair datang ke Madinah selepas hijrah dari Habasyah, berubahlah kondisinya. Ia bukan Mushab yang dulu lagi. Dulu ia selalu memakai pakaian mewah yang mengundang decak kagum orang lain. Tetapi sekarang ia memakai pakaian yang sederhana. Dulu ia seorang yang memiliki rambut terawat dan selalu memakai minyak rambut, tapi sekarang rambutnya biasa saja. Dulu ia seorang pemuda yang memiliki kulit yang halus dan lembut, tapi sekarang kulitnya menjadi tebal dan kasar.
Karena itu sahabat Nabi, Abdurrahman Bin Auf radhiyallahu’anhu menangis ketika mengingat Mush’ab Bin ‘Umair.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwasanya Abdurrahman Bin Auf pernah disajikan makanan dan ketika itu ia sedang berpuasa (nafilah), ia pun berkata, “Mush’ab Bin ‘Umair terbunuh dalam Perang Uhud, padahal ia lebih baik dariku, ia dikafani dengan sehelai kain burdah yang bila ditutup kepalanya, tampaklah kakinya dan apabila ditutup kakinya, tampaklah kepalanya. ” Kemudian ia pun menangis dan meninggalkan makanan yang sudah dihidangkan untuknya.
Demikianlah keadaan Mush’ab di dunia, tapi meskipun begitu, ia tetap meninggal dalam keadaan mulia. Ia meninggal dalam keadaan telah memilih Islam. Ia meninggal dalam keadaan dirinya mengutamakan kenikmatan akhirat dibandingkan kenikmatan yang fana di dunia. Ia meninggal dalam medan perjuangan menegakkan dakwah Islam. Ia meninggal setelah mempersembahkan jiwa dan raganya demi tegaknya panji Islam.
Sungguh luar biasa, meninggalkan kemewahan dunia demi untuk menegakkan cahaya Islam.
Wahai saudaraku para aktivis dakwah…
Kisah
di atas memberikan inspirasi untuk kita bagaimana sesosok manusia yang
gagah & kaya raya rela meninggalkan kenikmatan dunia demi untuk
menegakkan cahaya Islam. Berdakwah & berjuang di jalan Allah hingga
mendapatkan kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah. Kita melihat
sekarang begitu banyak fenomena yang terjadi di sekitar kita, banyak
orang dilalaikan oleh harta, kekayaan, wajah yang elok yang mereka
miliki sehingga enggan untuk menuntut Ilmu, mengamalkan dan
mendakwahkannya di Jalan Allah. Sungguh begitu mulianya diri kita ketika
kita gunakan waktu yang kita miliki untuk berdakwah di jalan Allah dan
ada saatnya ketika Allah memanggil kita dengan panggilan terbaik dengan
perantara malaikatnya dalam keadaan Khusnul hatimah kemudian Allah
memanggil kita dengan panggilan mesra untuk memasuki Jannah-Nya yang
penuh kenikmatan…
Ketahuilah saudaraku, sesungguhnya dakwah adalah amalan yang mulia, makin mulia suatu amalan maka makin banyak rintangan dan cobaannya, maka bersabarlah. Bersabarlah di jalan yang penuh berkah ini. Bersabarlah, karena kehidupan dunia ini sementara. Bersabarlah, karena sesungguhnya Allah bersama kita.
Ketahuilah saudaraku, sesungguhnya dakwah adalah amalan yang mulia, makin mulia suatu amalan maka makin banyak rintangan dan cobaannya, maka bersabarlah. Bersabarlah di jalan yang penuh berkah ini. Bersabarlah, karena kehidupan dunia ini sementara. Bersabarlah, karena sesungguhnya Allah bersama kita.
0 komentar:
Posting Komentar